Senin, 21 April 2014

Jika Engkau Ingin Jadi Seperti Kartini, Bersiaplah Dipoligami



image

Setiap tanggal 21 April, rakyat Indonesia beramai-ramai merayakan dengan apa yang mereka sebuat sebagai Hari Kartini. Momen tersebut hampir selalu dirayakan disetiap tempat seperti di sekolahan, perkantoran, dan lembaga-lemabaga pemerintahan lainnya. Namun adakah yang tau sejarah Kartini yang sebenarnya?

Sebab, Allah SWT sang pencipta alam semesta memerintahkan kepada seluruh hamba-Nya, khususnya kepada umat Islam untuk tidak mengikuti dan mengerjakan sesuatu yang tidak diketahuinya dan tanpa adanya dasar yang jelas. Allah SWT berfirman,



َّDan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(QS. Al Israa’ 17 : 36)



Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini dan yang lebih dikenal dengan nama R.A. Kartini lahir di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah (Jateng) tanggal 21 April 1879 dan meninggal di Kabupaten Rembang, Jateng pada tanggal 17 September 1904 dalam umur 25 tahun.

…Karena ibunya R.A. Kartini bukanlah seorang bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi atau berpoligami dengan Raden Adjeng Woerjan (R.A. Moerjam) yang merupakan keturunan langsung Raja Madura…

R.A. Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (R.M.A.A. Sosroningrat), Bupati Jepara. Kartini merupakan putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama, sebab ayahnya mempunyai istri lebih dari satu alias berpoligami.

Ibunya Kartini bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama terkemuka di Telukawur, Kabupaten Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Sultan Hamengkubuwono VI.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial Belanda waktu itu mengharuskan seorang Bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah seorang bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (R.A. Moerjam) yang merupakan keturunan langsung Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

…Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah memiliki tiga istri…

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat menjadi Bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sekolah tersebut, Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit oleh ayahnya.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini pun diberi kebebasan dan didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.

Anak pertama dan sekaligus anak terakhir Kartini bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, yakni tanggal 17 September 1904, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang, Jateng.

…Jika kelompok feminisme hendak menjadikan Kartini sebagai teladan, dan juga menyuruh orang lain khususnya para wanita agar bisa menjadi sosok seperti Kartini disatu sisi harusnya mereka bersiap diri untuk dipoligami…

Masyarakat Indonesia, khususnya kaum wanita selalu didoktrin oleh kelompok nasionalis, sekuleris, liberalis yang anti Syari’at Islam dengan sebuah pemahaman agar bisa meniru dan mencontoh Kartini dalam semua bidang. Namun mereka tidak akan pernah mau membahas praktek berpoligami yang dilakukan oleh Kartini maupun ayahnya.

Inilah sisi yang terlupakan dan dilupakan oleh sejumlah kelompok anti Islam dari sosok R.A. Kartini. Sejarah yang menyebutkan bahwa Kartini rela tidak melanjutkan studinya demi berbakti kepada ayahnya yang memerintahkannya untuk dipoligami dengan menjadi istri ke-empat K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat niscaya tidak akan pernah dibahas disekolah atau lembaga pemerintahan manapun.

Bahkan pernikahan poligaminya itu dilakukan Kartini karena kepatuhan kepada ayahnya, meskipun Kartini harus meninggalkan beasiswa pendidikan yang diperolehnya. Namun dari kepatuhan kepada ayahnya itulah, Kartini menjadi seorang wanita yang dihormati, baik oleh saudara maupun kawan-kawannya.



[Sumber]

0 komentar:

Posting Komentar