Rabu, 09 April 2014

Dan Akhirnya Kami Pun GolPut

image

Sebelumnya kami berkeyakinan untuk tidak memilih atau GOLPUT di setiap PEMILU apa saja. Selama iklim demokrasi masih terus bercokol di negeri ini, selama itu juga aku dan keluarga akan GOLPUT! Begitulah aku berkomitmen dan aku pimpin keluargaku untuk GOLPUT (hak aku dong, itu keluargaku dan aku yang berkewajiban memimpin mereka). Tapi seiring waktu dan terus memperhatikan/ menyimak/ menimbang nasehat dari orang-orang alim berilmu yang arif dan bijak, juga terkait situasi yang tidak mengenakkan bagi kaum Muslimin (baca: hampir sebagian non muslim memenuhi seluruh partai), jadi terpaksa dengan membuang ego dan melunakkan hati mendengar nasehat mereka. Maka aku tak kan GOLPUT tahun ini, aku ajak keluargaku juga untuk tak GOLPUT, aku jelaskan semua kenapa kami harus memilih. Dan ku tepiskan segala kontroversi di kalangan umat Islam tentang hukum turut serta dalam PEMILU ini. Inilah ceritaku:

Sungguh kalau karena tidak perduli dengan agamaku, maka tak kan nanti aku mau mencapekkan badan /merepotkan diri untuk datang ke TPS memberikan dukungan/suara. Oya kami adalah warga baru dan kurang lebih baru 6 bulan kami disini, jadi data-data kami seperti KTP, KK, dsbnya, masih data yang lama. Jadi di PEMILU ini kami harus berada di lokasi rumah yang lama untuk mendapatkan undangan untuk memilih. Jelasnya di tempat baru kami belum terdaftar. Jadi kesanalah kami, sayangnya rupanya di tempat yang lama pun status kami sebagai warga sudah dihapus, karena memang kami baru saja mengurus surat pindah (masih dalam proses), dan kepala lingkungan (KEPLING) di tempat yang lama sudah keburu menghapus kami sebagai warga disana. Jadi ya tidak ada undangan untuk kami.

Kami pun mendatangi KEPLING di tempat baru saat ini untuk meminta penjelasan. Sementara Hari H tinggal sehari lagi. KEPLING mengusulkan, agar esoknya langsung saja mendatangi TPS di lingkungan kami untuk melapor dan menyerahkan KTP agar diizinkan untuk ikut memilih. Esoknya paginya aku lacak TPS yang dimaksud, aku jelaskan semuanya. Rupanya petugas tersebut tak mengizinkan kami untuk memilih disana, karena kami memang belum terdaftar, petugas tersebut menjelaskan agar melapor ke kantor lurah terlebih dahulu untuk menentukan di TPS mana kami akan ditempatkan.

Oalah ribetnya.. Sempat kesal juga dan keluarga pun sudah malas untuk melanjutkan tetek bengek ini. Namun karena niat sudah kuat untuk tak GOLPUT, akhirnya kami memutuskan untuk mendatangi kantor lurah. Dan apa yang terjadi?

Sampai di kantor lurah yang lumayan jauh, ternyata disana sudah antri warga yang hendak memilih tapi tak terdaftar. Segera kami datangi petugas dan menjelaskan maksud kedatangan kami, dengan cuek-cuekan dia bertanya, apa sudah ada KTP dan KK yang baru? Kami jawab belum, masih dalam proses. "Ya tidak bisa!" kata belau eh beliau, kalian harus kembali di lokasi yang lama untuk mencoblos. "Coba lapor dan tanya kesana kembali?" tambah si petugas itu. Oalah.. Ini gimana sih urusannya? Kok dibola-bola begini. Kami pun coba bertanya lagi lebih lanjut tapi si petugas sudah keburu sibuk melayani warga-warga yang antri tak terdaftar disana.

Untuk kembali ke lokasi rumah lama bukan tak jauh, sangat jauh kawan? Lokasi rumah yang lama berada di kota sedangkan kami jauh di pinggiran kota. Masa hanya untuk masalah seperti ini harus bolak-balik kesana jauhnya? Ya sudahlah apa boleh buat, kita sudah berusaha tapi dipersulit, jadi kita GOLPUT saja, kalau ada apa-apa tak kan ada rasa bersalah di hati kita nantinya, toh kita sudah niat dan berikhtiar, kata ibuku. Dan akhirnya kami pun GOLPUT.

Beginilah birokrasi di negeri ini yang ribet dan berbelit-belit menyusahkan warga. Dalam urusan apa saja selalu kita dihadapkan oleh birokrasi yang menjemukan dan memuakkan ini. Pemerintah tak rela kalau warganya GOLPUT, tapi faktanya, warga sudah niat untuk memilih malah dipersulit.
Jayalah negeriku!

0 komentar:

Posting Komentar