Rabu, 04 Juni 2014

Facebook Lagi... Facebook Lagi...

image

Mungkin banyak di antara fesbuker yang mempunyai akun FB lebih dari satu, termasuk saya sendiri. Motifasinya berbeda-beda, kalau saya sendiri hanya untuk penyegaran saja, saya ingin coba merasakan gimana rasanya berada di luar komunitas saya (ga nyari jodoh ya)? Sekaligus mensyiarkan agama. Ya, dimana pun saya berada di dunia maya ini, saya tak lupa mensyiarkan Islam. saya ingin apa yang saya ketahui agar diketahui juga oleh orang lain supaya semua tercerahkan. Katakanlah dakwah kecil-kecilan.

Tapi ternyata tak segampang yang dikira. Alih-alih menyadarkan, malah diri sendiri yang terbawa tingkah laku mereka :D. Ada sih status-status nasehat/religi yang saya update, tapi tenggelam disapu dengan status-status alay, keluh kesah dan status tak jelas mereka. Beneran stres sendiri saya jadinya, hehe..

Ketawa ada, gemes ada, miris juga ada kalau ngebaca status-status mereka. Ada yang bikin status sakit kepala, bayangkan sakit kepala aja bisa bikin status. Begini bunyi statusnya:

"Ya Allah sakit ny kepala ku ini. Allah hambar saakkiiit ny"

Saya coba bayangkan dia ini menderita sakit kepala sambil mencat-mencet keypad HP bikin status. Gimana bayangan anda? Kalau saya ngebayanginnya ya geli sendiri aja, lha sakit luar biasa tapi sempat-sempatnya bikin status di FB? Mungkin barangkali dia ingin agar teman-teman FBnya mengetahui dan turut merasakan apa yang ia derita.

Ada juga yang bikin status tentang keberatan dirinya terhadap cuaca.


Panas sekali cuaca hari ini, sakit kepalaku dibuatnya


atau


Ah mendung, galau awak (aku) jadinya!


Kalau yang ini tak habis-habisnya merepet. Panas salah, mendung pun salah, hujan juga salah.

Ada yang lebih aneh lagi. Ketika dia hendak makan, sempat-sempatnya dia memfoto nasi dan lauk yang hendak dia makan dan diupload ke Facebook untuk dibikin status. Mau makan, ya makan saja, kenapa juga harus repot difoto dan dishare ke publik?

Ada yang patah hati, kasmaran, ada yang galau dan marah-marah, terus dituangkan via status FB, padahal yang dimarahi ga baca status dia. Jadi apa gunanya? Parahnya kesemua status-status ini dilike ramai-ramai. Gila men, ada yang ampe ratusan jumlah jempolernya? Ck.ck.ck..

Banyak lah status GaJeBo yang lain. Ga usah disebutlah satu per satu ya? Yang pasti kesemuanya ini memenuhi beranda FB-ku. Belum lagi nama-nama Alay mereka yang bikin sakit mata melihatnya. Ampun daaah, nyerah, saya ga nyaman berada dalam suasana seperti itu.



Ketika saya log out dari sana dan log in ke akun utama saya, terasalah perbedaannya. Kalau tadi dipenuhi oleh status-status yang tak jelas, tiba di sini terasa benar status-status yang berarti, menambah semangat, menambah wawasan. Terasa sehat mata melihatnya :D

Saya teringat dengan teman FB saya, dia pernah berkata dalam statusnya: Orang yang sering update status di FB itu sama saja dengan orang yang berbicara kepada dirinya sendiri, dan itu termasuk dari kelainan kejiwaan. Begitu komentar teman tersebut. Tentu saja itu pengecualian buat para aktifis dakwah, para ustadz, dan orang-orang yang sering berbagi status agama dan status yang bermanfaat lainnya. Komen saya: Benar ni teman!

Akhirnya saya putuskan untuk aktif di satu akun saja, boro-boro mau mencerahkan/ menyadarkan orang, lha malah hanyut dengan status yang tak jelas :D. Benar kata Ustad Felix Siauw, komunitas/lingkungan kita membentuk jati diri kita. Kalau alay komunitasnya, ya bisa-bisa kita akan ikutan alay juga? Sebaliknya kalau para aktifis dakwah, para ustadz, para motifator kebaikan yang ada dalam komunitas kita, insyaAllah kita merasa seperti mereka. Kita akan mendapat energi yang sehat, wawasan bertambah, fikiran pun tercerahkan.

Saya dulu juga mungkin seperti para alayer, galauer tadi itu. Berhubung saya memaksakan diri saya dari awal untuk tak mengeluh, galau atau membuat status yang tak jelas, maka saya pun terbiasa, ditambah komunitas yang mendukung. Semuanya itu harus dipaksa agar menjadi terbiasa. Bukan malah dibiasakan.

FB itu banyak manfaatnya lho disamping mudharatnya juga. Berapa banyak yang tercerahkan dan bertambah ilmu pengetahuan agamanya karena FB? Berapa banyak yang sadar dan mendapat hidayah karena Fb? Tergantung bagaimana kita menggunakan sosmed ini. Jadi pergunakanlah dengan baik, jadikan ia bermanfaat untuk diri sendiri mau pun untuk orang banyak.

Oke lah ya cukup sekian dulu. Sebelum saya jadi semakin sok tua dan sok bijak :D. Semoga ada manfaatnya.

Senin, 21 April 2014

Jika Engkau Ingin Jadi Seperti Kartini, Bersiaplah Dipoligami



image

Setiap tanggal 21 April, rakyat Indonesia beramai-ramai merayakan dengan apa yang mereka sebuat sebagai Hari Kartini. Momen tersebut hampir selalu dirayakan disetiap tempat seperti di sekolahan, perkantoran, dan lembaga-lemabaga pemerintahan lainnya. Namun adakah yang tau sejarah Kartini yang sebenarnya?

Sebab, Allah SWT sang pencipta alam semesta memerintahkan kepada seluruh hamba-Nya, khususnya kepada umat Islam untuk tidak mengikuti dan mengerjakan sesuatu yang tidak diketahuinya dan tanpa adanya dasar yang jelas. Allah SWT berfirman,



َّDan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(QS. Al Israa’ 17 : 36)



Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini dan yang lebih dikenal dengan nama R.A. Kartini lahir di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah (Jateng) tanggal 21 April 1879 dan meninggal di Kabupaten Rembang, Jateng pada tanggal 17 September 1904 dalam umur 25 tahun.

…Karena ibunya R.A. Kartini bukanlah seorang bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi atau berpoligami dengan Raden Adjeng Woerjan (R.A. Moerjam) yang merupakan keturunan langsung Raja Madura…

R.A. Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (R.M.A.A. Sosroningrat), Bupati Jepara. Kartini merupakan putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama, sebab ayahnya mempunyai istri lebih dari satu alias berpoligami.

Ibunya Kartini bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama terkemuka di Telukawur, Kabupaten Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Sultan Hamengkubuwono VI.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial Belanda waktu itu mengharuskan seorang Bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah seorang bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (R.A. Moerjam) yang merupakan keturunan langsung Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

…Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah memiliki tiga istri…

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat menjadi Bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sekolah tersebut, Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit oleh ayahnya.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini pun diberi kebebasan dan didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.

Anak pertama dan sekaligus anak terakhir Kartini bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, yakni tanggal 17 September 1904, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang, Jateng.

…Jika kelompok feminisme hendak menjadikan Kartini sebagai teladan, dan juga menyuruh orang lain khususnya para wanita agar bisa menjadi sosok seperti Kartini disatu sisi harusnya mereka bersiap diri untuk dipoligami…

Masyarakat Indonesia, khususnya kaum wanita selalu didoktrin oleh kelompok nasionalis, sekuleris, liberalis yang anti Syari’at Islam dengan sebuah pemahaman agar bisa meniru dan mencontoh Kartini dalam semua bidang. Namun mereka tidak akan pernah mau membahas praktek berpoligami yang dilakukan oleh Kartini maupun ayahnya.

Inilah sisi yang terlupakan dan dilupakan oleh sejumlah kelompok anti Islam dari sosok R.A. Kartini. Sejarah yang menyebutkan bahwa Kartini rela tidak melanjutkan studinya demi berbakti kepada ayahnya yang memerintahkannya untuk dipoligami dengan menjadi istri ke-empat K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat niscaya tidak akan pernah dibahas disekolah atau lembaga pemerintahan manapun.

Bahkan pernikahan poligaminya itu dilakukan Kartini karena kepatuhan kepada ayahnya, meskipun Kartini harus meninggalkan beasiswa pendidikan yang diperolehnya. Namun dari kepatuhan kepada ayahnya itulah, Kartini menjadi seorang wanita yang dihormati, baik oleh saudara maupun kawan-kawannya.



[Sumber]

Rabu, 09 April 2014

Dan Akhirnya Kami Pun GolPut

image

Sebelumnya kami berkeyakinan untuk tidak memilih atau GOLPUT di setiap PEMILU apa saja. Selama iklim demokrasi masih terus bercokol di negeri ini, selama itu juga aku dan keluarga akan GOLPUT! Begitulah aku berkomitmen dan aku pimpin keluargaku untuk GOLPUT (hak aku dong, itu keluargaku dan aku yang berkewajiban memimpin mereka). Tapi seiring waktu dan terus memperhatikan/ menyimak/ menimbang nasehat dari orang-orang alim berilmu yang arif dan bijak, juga terkait situasi yang tidak mengenakkan bagi kaum Muslimin (baca: hampir sebagian non muslim memenuhi seluruh partai), jadi terpaksa dengan membuang ego dan melunakkan hati mendengar nasehat mereka. Maka aku tak kan GOLPUT tahun ini, aku ajak keluargaku juga untuk tak GOLPUT, aku jelaskan semua kenapa kami harus memilih. Dan ku tepiskan segala kontroversi di kalangan umat Islam tentang hukum turut serta dalam PEMILU ini. Inilah ceritaku:

Sungguh kalau karena tidak perduli dengan agamaku, maka tak kan nanti aku mau mencapekkan badan /merepotkan diri untuk datang ke TPS memberikan dukungan/suara. Oya kami adalah warga baru dan kurang lebih baru 6 bulan kami disini, jadi data-data kami seperti KTP, KK, dsbnya, masih data yang lama. Jadi di PEMILU ini kami harus berada di lokasi rumah yang lama untuk mendapatkan undangan untuk memilih. Jelasnya di tempat baru kami belum terdaftar. Jadi kesanalah kami, sayangnya rupanya di tempat yang lama pun status kami sebagai warga sudah dihapus, karena memang kami baru saja mengurus surat pindah (masih dalam proses), dan kepala lingkungan (KEPLING) di tempat yang lama sudah keburu menghapus kami sebagai warga disana. Jadi ya tidak ada undangan untuk kami.

Kami pun mendatangi KEPLING di tempat baru saat ini untuk meminta penjelasan. Sementara Hari H tinggal sehari lagi. KEPLING mengusulkan, agar esoknya langsung saja mendatangi TPS di lingkungan kami untuk melapor dan menyerahkan KTP agar diizinkan untuk ikut memilih. Esoknya paginya aku lacak TPS yang dimaksud, aku jelaskan semuanya. Rupanya petugas tersebut tak mengizinkan kami untuk memilih disana, karena kami memang belum terdaftar, petugas tersebut menjelaskan agar melapor ke kantor lurah terlebih dahulu untuk menentukan di TPS mana kami akan ditempatkan.

Oalah ribetnya.. Sempat kesal juga dan keluarga pun sudah malas untuk melanjutkan tetek bengek ini. Namun karena niat sudah kuat untuk tak GOLPUT, akhirnya kami memutuskan untuk mendatangi kantor lurah. Dan apa yang terjadi?

Sampai di kantor lurah yang lumayan jauh, ternyata disana sudah antri warga yang hendak memilih tapi tak terdaftar. Segera kami datangi petugas dan menjelaskan maksud kedatangan kami, dengan cuek-cuekan dia bertanya, apa sudah ada KTP dan KK yang baru? Kami jawab belum, masih dalam proses. "Ya tidak bisa!" kata belau eh beliau, kalian harus kembali di lokasi yang lama untuk mencoblos. "Coba lapor dan tanya kesana kembali?" tambah si petugas itu. Oalah.. Ini gimana sih urusannya? Kok dibola-bola begini. Kami pun coba bertanya lagi lebih lanjut tapi si petugas sudah keburu sibuk melayani warga-warga yang antri tak terdaftar disana.

Untuk kembali ke lokasi rumah lama bukan tak jauh, sangat jauh kawan? Lokasi rumah yang lama berada di kota sedangkan kami jauh di pinggiran kota. Masa hanya untuk masalah seperti ini harus bolak-balik kesana jauhnya? Ya sudahlah apa boleh buat, kita sudah berusaha tapi dipersulit, jadi kita GOLPUT saja, kalau ada apa-apa tak kan ada rasa bersalah di hati kita nantinya, toh kita sudah niat dan berikhtiar, kata ibuku. Dan akhirnya kami pun GOLPUT.

Beginilah birokrasi di negeri ini yang ribet dan berbelit-belit menyusahkan warga. Dalam urusan apa saja selalu kita dihadapkan oleh birokrasi yang menjemukan dan memuakkan ini. Pemerintah tak rela kalau warganya GOLPUT, tapi faktanya, warga sudah niat untuk memilih malah dipersulit.
Jayalah negeriku!

Senin, 31 Maret 2014

Melucuti Jilbab, Bra dan Celana Dalam

cadar

Sebagian feminis dan yang sekonco dengannya berkata, "Jilbab itu tidak wajib. Saya merasa tidak perlu itu. Yang terpenting adalah menjilbabkan hatinya dulu. Banyak kok yang berjilbab tapi hatinya busuk."

Sebagai orang yang berakal, kita bisa mengakali jawaban atau menjawab berdasar pada akal. Seperti ini:

"Anda juga tidak perlu memakai celana. Yang penting mencelanai kemaluan Anda. Dalam hal ini, Anda sudah bagus memakai celana dalam. Saya fikir Anda tidak perlu jalan ke luar rumah memakai rok.

Tapi sepertinya bagi Anda memakai celana dalam pun tidak perlu. Banyak kok orang memakai celana dalam tapi busuk hatinya."

Feminis tersinggung, "Saya masih punya harga diri dan menutup kemaluan saya!"

Tanggap, "Tapi hati Anda sudah dicelana dalamkan ga? Oh ya, Anda kenapa memakai bra? Bagi saya itu tidak penting. Yang penting Anda mem-bra-kan hati Anda. Seharusnya Anda telanjang saja seperti anjing betina. Yang penting 'hati' Anda sudah memakai jilbab, bra dan celana dalam. Anda siap telanjang sekarang di depan orang2?"

Feminis menjawab, "Saya sedia! Selama Anda tidak menilai hati saya hanya berdasarkan ketelanjangan saya. Anda tidak tahu hati saya seperti apa. Hanya Tuhan yang tahu hati manusia." Jawablah:

"Kalau begitu, Anda tidak tahu malu dan tidak konsisten. Anda tadi bilang bahwa Anda masih mau menutupi kemaluan dengan celana. Ternyata sekarang Anda malah jadi tidak tahu malu siap sedia telanjang di sini.

Anda tidak konsisten juga ketika Anda mengatakan hanya Tuhan yang tahu hati manusia. Tapi sebelumnya Anda menilai hati banyak jilbaber busuk. Berarti Anda Tuhan kah? Kok tahu kebusukan hati mereka?"

Feminis meradang, "Mereka berhati busuk karena tingkah mereka yang busuk. Itu cerminan!"

Jawab saja : "Oh begitu. Kalau begitu Anda lebih jelek dan busuk dari mereka. Mereka masih mau tutup aurat dan turut perintah Tuhan. Lah Anda? Sedia telanjang dan melanggar perintah Tuhan. Sudah begitu, masih pura-pura berkemaluan pula. Memangnya Anda punya!?"

Tambahan baru lagi deh dari saya: Feminis: "Jilbab itu tidak wajib. Yang terpenting: jilbabkan hati dulu!"

Tanggapan:
[1] Memangnya hati bisa dijilbabkan ya?
[2] Wong menjilbabkan kepala saja belum bisa, apalagi menjilbabkan hatinya?
[3] Sejak kapan di agama Islam ada istilah 'menjilbabkan hati'?
[4] Memangnya hatimu aurat ya? Kok dijilbabkan?

(Ustadz Hasan Al Jaizi Hafidzhahullah)

Minggu, 23 Maret 2014

Bentuk Jihad Modern

image

Jihad sebagai salah satu wujud pengamalan ajaran agama Islam dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh umat Islam. Dalam situasi kaum muslimin mengalami penindasan, jihad dapat dilakukan dalam bentuk peperangan untuk membela diri. Tetapi, dalam situasi damai jihad dapat dilakukan dalam bentuk amal shalih seperti menunaikan ibadah haji, membantu fakir-miskin, berbakti kepada orang tua, rajin belajar dan dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar.

1. Perang

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak pernah gentar berperang di jalan Allah. Apabila kaum Muslim di zalimi, fardhu kifayah bagi kaum muslim untuk berjihad dengan harta, jiwa dan raga. Jihad dalam bentuk peperangan diijinkan oleh Allah dengan beberapa syarat: untuk membela Diri, dan melindungi dakwah. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah:


Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, Keluarkanlah Kami dari negeri ini yang dzalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-mu"
(Qs. An-Nisa[4]: 75)




Di izinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.
(Qs.al-Hajj [22] : 39)


Dalam Berperang, kaum muslimin tidak boleh melampaui batas, membunuh perempuan,anak-anak dan orang-orang tua renta yang tidak ikut berperang. Islam juga melarang merusak akses dan fasilitas publik seperti persediaan makanan, minuman dan pemukiman. Perang juga tidak boleh dilakukan apabila negosiasi dan proses perjanjian damai masih mungkin dilakukan. Peperangan harus segera dihentikan apabila musuh sudah menyerah, melakukan gencatan senjata atau menekan perjanjian damai. Dalam ungkapan Al-Quran, peperangan dilakukan untuk menghilangkan fitnah (kemusyrikan dan kezaliman), dan karena itu, apabila telah tidak ada lagi fitnah, tidak ada alasan untuk melakukan peperangan. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Quran Surat al-Baqarah, ayat 193:


Perangilah mereka sampai batas berakhirnya fitnah, dan agama itu hanya bagi Allah semata. Jika mereka telah berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.
(QS. Al-Baqarah: 193)


Demikian ajaran Islam mengenai perang. Singkatnya, perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa. Apabila perang terpaksa dilakukan, peperangan tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai, bukan untuk permusuhan dan membuat kerusakan di muka bumi.

2. Haji Mabrur

Haji yang mabrur merupakan ibadah yang setara dengan jihad. Bahkan, bagi perempuan, haji yang mabrur merupakan jihad yang utama. Hal ini ditegaskan dalam beberapa Hadis, diantaranya:


Aisyah ra berkata : Aku menyatakan kepada Rasulullah SAW : Tidakkah kamu keluar berjihad bersamamu, aku tidak melihat ada amalan yang lebih baik dari pada jihad, Rasulullah SAW menyatakan : Tidak ada, tetapi untukmu jihad yang lebih baik dan lebih indah adalah melaksanakan haji menuju haji yang mabrur


Pada riwayat al-Bukhari lainnya, Rasulullah SAW juga bersabda :


Aisyah menyatakan bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh isteri-isterinya tentang jihad beliau menjawab sebaik-baiknya jihad adalah haji.


3. Menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim


Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia umat Islam berjihad melawan penjajahan Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang yang menimbulkan penderitaan kesengsaraan rakyat yang mayoritas beragama Islam. Sebagian melakukan perlawanan dengan cara perang gerilya, sebagian lainnya menempuh cara-cara damai melalui organisasi yang memajukan pendidikan dan mengembangkan kebudayaan yang membawa pesan anti penjajahan. Perintah jihad melawan penguasa yang zalim disebutkan, antara lain, dalam hadist riwayat at-Tirmizi:


Abu Said al Khurdi menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim.


Kata A' dzam pada hadist di atas, menunjukan bahwa upaya menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim sangat besar. Sebab, hal itu sangat mungkin mengandung resiko yang cukup besar pula.

4. Berbakti kepada orang tua

Jihad yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua, tidak hanya ketika mereka masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat. Seorang anak tetap harus menghormati orangtuanya, meskipun seorang anak tidak wajib taat terhadap orangtua yang memaksanya untuk berbuat musyrik (Qs.Luqman,[31]:14)

Jihad dalam berbakti kepada orang tua juga dijelaskan dalam Hadis.


Seseorang datang kepada Nabi SAW untuk meminta izin ikut berjihad bersamanya Kemudian Nabi SAW bertanya: Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: masih, Nabi SAW bersabda: Terhadap keduanya maka berjihadlah kamu.


Berjihad untuk orang tua, berarti melaksanakan petunjuk, arahan, bimbingan, dan kemauan orang tua. Kata fajahid dalam hadis tersebut, berarti memperlakukan orangtua dengan cara yang baik, yaitu dengan mengupayakan kesenangan orangtua, menghargai jasa-jasanya, menyembunyikan melemah dengan kekurangannya serta berperilaku dengan tutur kata dan perbuatan yang mulia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Isra[17] ayat 23:


Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyerah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut, dalam peliharaanmu maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".


5. Menuntut Ilmu dan Mengembangkan Pendidikan

Bentuk Jihad yang lainnya adalah menuntut ilmu, memajukan pendidikan masyarakat. Di dalam sebuah Hadis diriwayatkan Imam Ibnu Madjah disebutkan :


Orang yang datang ke masjidku ini tidak lain kecuali karena kebaikan yang dipelajarinya atau diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang datang bukan karena itu, maka sama dengan orang yang melihat kesenangan orang lain.
(riwayat Ibnu Majah)


Orang yang datang ke mesjid Nabi untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu sebagaimana disebutkan pada hadis di atas, diposisikan seperti orang berjihad di jalan Allah. Dengan semangat belajar, umat Islam bisa memajukan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat. Salah satu sebab kemunduran umat Islam adalah karena kelemahannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.


6. Membantu Fakir-Miskin

Jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli kepada sesama, menyantuni kaum duafa. Bantuan pemberdayaan dapat diberikan dalam bentuk perhatian dan perlindungan atau bantuan material.

Hadis yang diriwayatkan Bukhari berikut ini menjelaskan:


Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepada janda dan orang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah."
(HR. Bukhari)


Memberikan bantuan financial dan perlindungan kepada orang miskin dan janda, merupakan amalan yang sama nilainya dengan jihad di jalan Allah.

Sebab, jihad dan perhatian atau kepedulian kepada orang yang membutuhkan bantuan, keduanya sama-sama membutuhkan pengorbanan. Dengan membantu dan memperhatikan orang-orang lemah, kita dituntut untuk mengorbankan waktu, tenaga, dan harta untuk kepentingan orang lain. Dan inipun, sangat sesuai dengan pengertian jihad yang sesungguhnya.

Pemahaman jihad yang baik dan berimplikasi positif terhadap umat Islam. Hasilnya setiap muslim memiliki sense of crisis, suka menolong terhadap orang lain, tidak mengorbankan permusuhan, menjauhi kekerasan, serta mengedepankan perdamain. Jihad, juga dapat meningkatkan etos kerja umat Islam, yaitu semangat dan kesungguhan melakukan tugas dan tanggung jawab dalam berbagai bidang kehidupan. Jihad dapat mengalahkan kemalasan dan ketakutan. Dengan semangat jihad, dapat mengggunakan semua potensi maksimal yang dimilikinya untuk mengaktualisasikan diri dan meningkatkan sumber dayanya, sehingga dapat berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Di tengah, banyaknya bencana dan musibah yang merenggut ribuan nyawa, jihad dalam bentuk kepedulian dan kepekaan kepada sesama, sangat diperlukan.

(Source)

Selasa, 18 Maret 2014

Potret dan Realita Umat Islam Hari Ini

200

Kalau boleh berkata jujur, aku ingin mengatakan bahwa aku miris menyaksikan keadaan umat Islam sekarang ini. Melihat pemikiran mereka, melihat gaya hidup dan aqidah mereka. Sungguh kawan, ada yang hilang dari dalam kehidupan kita? Kita sudah kehilangan pegangan. Kita beragama tapi sudah kehilangan ruhnya.

Kita tidak memungkiri bahwa kita memang masih menunaikan shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Raga kita memang muslim tapi hati/pemikiran kita condong ke Barat. Disadari atau tidak, kita telah mengikuti budaya Yahudi dan Nashrani. Lihatlah hiburan yang disukai, mode pakaian yang dipakai, makanan yang dinikmati, film-film yang ditonton, bebasnya hubungan lawan jenis dan lain-lain. Pola hidup sosial Yahudi dan Nashrani melanda kehidupan umat Islam dengan didukung media massa khususnya televisi yang makin memperparah keadaan.

Kita juga lebih mengedepankan pemikiran hawa nafsu ketimbang mengikuti perintah/larangan dalam ajaran Islam. Disuruh berjilbab, katanya belum siap, alasannya buat apa berjilbab kalau hati masih kotor? Itu munafik namanya. Jilbabin hati dulu baru jilbabin orangnya?

Dilarang pacaran: Kita ga ngapa-ngapain, cuma saling curhat, ga ada fikiran kotor, tergantung orangnya, kalau memang dasar otak mesum ya pasti kotor, tapi kalau hatinya bersih, ga masalah tu? Yang penting niatnya!

Dilarang ngucapin selamat natal / bertahun baru dan mengucapkan selamat kepada perayaan non muslim lainnya, malah berdalih; Kita ngucapin selamat cuma untuk menghormati kok? Tidak bermaksud mengikuti atau menga-aminkan kepercayaan mereka. Bersikaplah toleransi terhadap sesama manusia, jangan menebar kebencian dan permusuhan. Bukan Islam itu rahmat untuk sekalian alam? Yang penting semua itu tergantung hati/niatnya.

Begitu juga ketika dilarang merayakan valentine; Kami tidak mengikuti perayaan nashrani, kita cuma ambil sisi baiknya aja yaitu memanfaatkan hari kasih sayang kepada sesamanya. Yang penting niatnya. Begitulah seterusnya, jika dinasehatin; Yang penting niatnya, jangan bawa-bawa agama dong, fanatik amat sih! Dasar munafik! Sok moralis!

Nilai-nilai kehidupan banyak yang sudah terbalik. Akhirat jarang diperbincangkan dan diperhatikan, tapi urusan dunia dikejar habis-habisan. Kenikmatan fisik, tubuh dan materi dipuja-puja, dijadikan kebutuhan pertama dan utama.

Lihatlah kehidupan para artis yang cantik dan seksi itu? Mereka punya cita-cita ingin mendirikan sebuah wadah untuk melatih wanita-wanita Indonesia tampil lebih intelek, lebih feminim, lebih berwawasan. Tapi mereka tak pernah melatih diri mereka untuk bagaimana menjadi seorang muslimah sejati dalam ajaran Islam yang sebenarnya, seperti menjaga perhiasannya, menutup aurat mereka, menjadi seorang istri yang shalehah.

Lihatlah mereka-mereka para pemburu motifasi itu. Ramai-ramai mereka meminta sugesti kepada para motifator, gimana caranya agar jadi orang sukses? Gimana caranya membangun masa depan yang cerah dan mapan di hari tua? Gimana caranya mengobati hati yang terluka karena cinta, gimana caranya membagi waktu antara karir, cinta dan keluarga, bla..bla..bla..dan sebagainya. Setelah mendapatkan sugesti dan motifasi. Apa jawab mereka? "Setelah menonton acara ini, semangat saya kembali timbul, saya lebih siap menyongsong masa depan, terima kasih pak Anu?" "Salam super!"

Padahal apa yang dikatakan motifator itu sebagian besar adalah kalimat Qur'an. Apakah kita selama ini tidak termotifasi dalam khusyu-nya shalat lima waktu dan saat kita meminta di sepertiga malam? Apakah jiwa dan hati kita tidak termotifasi dengan bacaan Qur'an kita? Apakah kita tidak merasa termotifasi oleh siraman rohani ketika kita hadir di pengajian-pengajian? Kenapa kita baru tercerahkan dari sugesti seorang motifator? Jujur padahal dia bukanlah seorang ulama atau ustadz yang faham hukum agama, tahu halal dan haram? Kita hanya fokus kepada perbaikan duniawi dan menomor duakan akhirat!

Kita sekarang ini lebih tertarik untuk bekerja, bekerja dan bekerja karena jelas menghasilkan uang, untuk memuaskan nafsu kebendaan kita. Tanpa sadar, kita menganggap agama adalah urusan pribadi, tidak usah diobrolkan. Hati dan jiwa ditinggalkan dan dibiarkan kering dan gersang. Sebaliknya, kebutuhan raga, jasmani, fisik setiap hari dipuaskan dengan makanan enak, dengan benda- benda mewah dan mahal. Jiwa yang kering dan hati yang gersang tidak mau diakui dan tidak mau dirasakan sebagai akibat dari kurangnya memperhatikan urusan agama, karena tidak tertariknya pada nasehat, karena jarangnya berhubungan dengan Allah SWT secara serius, khusyu dan penuh penghayatan. Umumnya, bila kita menyaksikan teman kita ngobrol tentang nasehat, penyadaran, kita tidak tertarik. Bila tertarik pun tidak sungguh- sungguh, karena menganggap pekerjaan sehari-hari lebih penting untuk mencari uang dan uang. Tanpa sadar, kepuasan kita masih berada dalam derajat yang rendah yaitu kepuasan uang, benda dan materi. Kita belum merasa betah berada dalam lingkungan nasehat, lingkungan yang mengingatkan, obrolan yang menyadarkan, pembicaraan yang menyejukkan, perbincangan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Begitu juga terhadap politik. Politik dibangun atas dasar nilai-nilai sekuler, mencampakkan agama dan moral dalam dunia politik, bahkan siapa yang membawa agama dalam politik dianggap mempolitisasi agama. Tak heran jika ada seorang pemimpin yang amanah dan berusaha mengembalikan negeri ini ke dalam pemahaman Islam secara kaffah, maka pemimpin tersebut insyaAllah pasti akan kandas di tengah jalan dan hanya memperoleh pengikut yang sedikit.

Umat ini tak suka diatur dengan aturan Islam. Makanya lihatlah kita sering asal pilih pemimpin, tak perduli mau dia Islam KTP, mau Kristen, Syiah, pokoknya yang penting di mata mayoritas rakyat, pemimpin itu baik dan dianggap bisa membawa perubahan yang lebih baik (nyatanya tak ada perubahan apa pun, hanya janji-janji usang dan pencitraan belaka). Umat ini tak mau berusaha mencari informasi tentang calon pemimpin mereka. Yang mereka andalkan adalah informasi yang bersumber dari media-media sekuler negeri ini yang notabene sering menyudutkan Islam. Wahai mayoritas umat, pilihlah pemimpin yang memperjuangkan dan membela Islam, jangan kalian pilih pemimpin yang haus jabatan dan gila kekuasaan dan juga jangan kalian pilih pemimpin dari kalangan non muslim! Kritislah, seringlah membuka media-media Islam yang lurus beritanya, dan bergabunglah dengan orang-orang shaleh yang cerdas yang mendukung dan membela Islam, sehingga bisa memberikan perbandingan atas informasi yang kita dapatkan sebelumnya, sehingga kita faham situasinya dan tak menjadi pengekor/latah dan fanatik buta.

Ya Allah, jauhkanlah kami sifat munafik, jadikan kami umat yang sadar akan kesalahan-kesalahan kami. Jadikan kami umat yang selalu mendukung dan membela agamaMu. Aamiin

Wallahu'alam

Haruskah Takut Kepada Hantu?

image

Pernah nonton sinetron/film horornya Indonesia? Itu...kayak kuntilanak, pocong, suster ngesot, dan sebagainya? Ada yang ingin aku kritisi disini. Begini: Kenapa setiap adegan di film-film hantu tersebut, orang-orang yang diteror oleh para hantu selalu pasrah dengan ketakutannya? Misalnya: Ada orang yang di kamar tidurnya didatangi oleh hantu suster ngesot. Orang tersebut saking takutnya menarik selimut dan membelakangi hantu suster ngesot tersebut. Rasanya menurutku terlalu berlebihan bersikap seperti itu. Takut sih takut, tapi ya tak gitu-gitu kali lah? Masa tak ada perlawanan sama sekali? Lebih baik melawan daripada ketakutan buta seperti gitu. Coba beranikan diri datangi hantunya, kalau perlu tendang kepalanya :D. Itu sugesti keberanian lho? Pokoknya ada perlawanan. Karena takut kita jadi berani, bukankah begitu? Masa mau begitu aja diteror oleh mahluk yang derajatnya lebih rendah dari kita manusia ini? Lagian ini kan cuma akal-akalan film-film horor itu aja? Apa ada mahluk halus yang bisa membunuh manusia? Setahuku mereka tak bisa menyentuh manusia, kecuali mahluk halus/jin tersebut bekerja sama dengan manusia (baca: santet/tenung)

Tapi lepas dari fantasi atau tidak, kita tak boleh takut dengan syetan/hantu/jin. Apalagi kita tak punya kesalahan. Maksudnya kita tak mengganggu mereka, tapi merekalah yang usil mengganggu, apalagi mengganggunya di rumah kita sendiri. Jin jahat model begini harus diusir, tanpa kompromi/dialog dan tak pake syarat/tumbal segala. Pokoknya diusir paksa. Itu kan rumah kita, bukan kuburan, hutan angker, rumah kosong, dan sebagainya. Tak berhak mahluk lain meneror yang punya rumah. Kecuali kalau kita yang cari gara-gara duluan, umpama nantangin si jin dengan mendatangi tempat-tempat hunian mereka. Itu tuh kayak tayangan masih dunia lain, Tukul jalan-jalan di Trans7 dan tayangan yang sejenis di TV lainnya.. Nah yang ini cari penyakit namanya. Rasain sendiri akibatnya, syetan kok dimainin?

Artinya kita tak boleh takut kepada jin/syetan, kalau pun takut, usahakan paksakan beranikan diri untuk melawan rasa takut itu. Apalagi kalau kita itu berdua atau lebih, masa takut juga? Aku lihat di film-film horor itu, sekumpulan remaja lari tunggang langgang ketika sosok mahluk halus menakut-nakuti mereka. Seharusnya tak perlu kayak gitu, kan udah ramai-ramai, tak sendirian lagi?

Aku sendiri pun sebenarnya bukanlah sosok yang berani-berani amat. Tapi juga tak takut-takut buta gitu. Bicara takut hantu, dulu sewaktu SD pernah nonton film Pengabdi Syetan. Ada yang tahu film horor klasik ini? Wah beneran film ini seram, ga dibuat-buat kayak film-film horor sekarang. Seram bukan karena visual efek dari film tersebut. Jaman dulu tehnologi tak secanggih sekarang. Film itu serem karena memang hakikatnya udah seram. Jadi abdi syetan kan itu kan seram?

Sehabis nonton film Pengabdi Setan itu, berminggu-minggu rasa takutku tak hilang-hilang. Ya, aku orangnya penakut, hehe.. Pokoknya setiap menonton film horor pasti rasa takut membekas dan menghantui diriku. Itu dulu, sekarang sih Alhamdulillah bisa diminimalisir. Rasanya aku tak terima harus takut dengan syetan/hantu. Kita kan orang yang beragama, punya Allah yang Maha Hebat dan Maha Gagah. Seharusnya kita harus takut kepada Allah Ta'ala saja. Ini aku sugestikan kepada diriku jika rasa takut itu mengganggu.

Aku punya pengalaman buruk berkenaan dengan dunia ghaib yang hampir membuat fatal diriku. Tapi tak kan ku share di blog ini atau di mana pun, cukup Allah Ta'ala saja yang mengetahuinya. Hikmah yang aku dapat dari kejadian itu adalah kasih sayang Allah Ta'ala yang ku rasakan dan semakin lebih dekat dengan agama ini.

Tapi aku punya cerita lain yang ingin aku bagikan disini. Pengalaman yang lucu. Begini ceritanya:

Kisah ini terjadi kurang lebih lima tahun yang lalu. Saat itu memang akan ada acara pernikahan di keluarga kami, jadi abang sepupuku yang di Jakarta datang ke Medan. Waktu itu bibi dan pamanku (mereka sudah dipanggil Allah Ta'ala, semoga Allah Ta'ala merahmati mereka) akan pergi ke Sibolga karena ada sedikit keperluan, jadi rumah mereka sudah pasti kosong dan tak ada yang menjaga. Aku dan saudara-saudaraku termasuk abang sepupuku tadi dimintai tolong untuk menjaga rumah tersebut. Kami pun mengiyakannya. Jadilah kami bermalam disana.

Jumlah kami semua ada empat orang. Lumayan ramai kan? Oya saat itu kebetulan bertepatan dengan malam Idul Adha. Ba'da Isya kami sudah ngumpul semua di rumah paman dan bibiku. Namanya anak muda, ngumpul bareng apalagi sama abang sepupu yang sudah lama tak jumpa, maka suasana pun ramai, ketawa ketiwi. Kami cerita ngalor ngidul saling berbagi kisah, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Sedang asyik-asyiknya bercerita, tiba-tiba dari arah ruang shalat disamping kami, seperti ada suara batu yang dilempar keras. Sontak kami terdiam dan saling pandang, suasana yang tadi ramai kini hening. Tak ada yang bergerak untuk menyelidiki. Akhirnya aku coba beranikan diri mendatangi ruang shalat untuk memeriksa apa yang terjadi. Ternyata dari atap ruang shalat ada semacam lorong sampai ke atas loteng. Dan batu kerikil yang seperti dilempar tadi berasal dari atas loteng itu. Yang kami takutkan adalah maling. Aku pandangi wajah saudara-saudaraku ternyata pucat semua, hehe... Abis kaget sih, lumayan keras batu kerikil yang dilempar menyentuh lantai tadi.

Akhirnya kami putuskan untuk mengakhiri cerita dan beristirahat. Ada keanehan yang aku lihat di wajah abang sepupuku, dia seperti gelisah. Dengan seribu pertanyaan di dalam hati, akhirnya kami pun segera tidur. Lewat beberapa menit, mendadak aku kepingin buang air kecil tapi segan ke kamar mandi, mengingat kejadian tadi rada seram juga, apalagi kamar mandinya lumayan besar dan suasananya juga lumayan seram, hehe... Akhirnya ya terpaksa ditahan. Rupanya tak berapa lama abang sepupuku bangkit bergerak, langsung ku tanya, "Mau kemana bang?"
"Ke kamar mandi!" jawabnya.
"Aku ikut bang?" sahutku.
Mendadak dua saudaraku yang sedang tidur bangkit dan mengatakan hendak ikut ke kamar mandi pula. Rupanya mereka pun kebelet pipis juga dan takut ke kamar mandi, hahaha... Tawa pun meledak dari mulut kami semua, menyadari kepenakutan diri kami sendiri.

Suasana rumah paman dan bibiku (semoga Allah Ta'ala merahmati mereka) memang auranya tak sehat, maksudnya banyak kamar kosong yang tak dihuni, dan tak terawat pula. Maklumlah paman dan bibiku (semoga Allah Ta'ala merahmati mereka) sudah tua, dan anak-anak mereka sudah pada nikah dan pergi merantau. Jadi tak ada yang mengurusi dan membersihkan rumah mereka. Ruangan yang kosong dan tak terawat tentu mengundang para mahluk astral untuk berdiam disana. Esok paginya kami merasa heran juga, kok ya bisa-bisanya takut dengan kejadian semalam?

Itu sekedar cerita ringan saja. Yang jelas mahluk halus yang bernama jin/syetan itu pasti ada dan kerjanya menggoda dan mengganggu manusia, menjerumuskan manusia ke lembah kemusyrikan. Kita usahakan untuk tidak takut kepada mereka. Minimal kalau masih takut sendirian ketika berdua jangan takut juga, harusnya lebih berani.

Aku punya tips untuk menepis rasa takut yang disebabkan karena hantu. Kalau kau berada di rumah sendirian, atau di tempat gelap dan kau merasa takut seolah-olah mereka menakut-nakutimu, maka datangi tempat gelap tersebut, tentunya hidupkan lampu/membawa penerangan dan berhati-hati, siapa tahu maling. Aku lebih khawatir maling ketimbang hantu. Berdiri agak lama disana. Sugestikan diri bahwa tak ada yang perlu kau takutkan, kecuali Allah Ta'ala. Mereka jin/syetan tak bisa menyentuh/menyakitimu. Kau tak punya salah, dan tak pernah mengganggu siapa pun, maka tak berhak mahluk lain mengganggu dirimu. Jadi tak perlu lah menghindar atau lari tunggang langgang. Dan yang paling penting baca doa, mohon perlindungan kepada Allah Ta'ala. Disini keberanian bisa timbul kuat di hati karena kita merasa dekat dengan Allah SWT. Dekat bukan sembarangan dekat, tapi kita merasa dekat kepada Allah karena ibadah dan keimanan kita yang terus diasah dan ditingkatkan. Jadi jika kita tetap merasa takut walau sudah memantapkan hati, berarti kesalahan ada pada diri kita, mungkin kita banyak melakukan dosa.

Wallahu'alam

Waktu itu... Ketika Lima Bulan Yang Lalu...

Lima bulan yang lalu tempat ini adalah hamparan padi yang menghijau dengan angin sepoi-sepoi berhembus. Tempat ini dulu merupakan tempat santai favorit bagi keluargaku juga teman-temanku yang kebetulan datang ke rumahku. Semua mengatakan lokasi rumahku ini sangat nyaman. Aku sendiri memang sering santai disini. Di teras belakang rumahku yang langsung berhadapan dengan tanah luas yang ditanami padi dengan sedikit digenangi air memang sangat nyaman untuk berleha-leha disini, apalagi kalau sudah siang sehabis Zhuhur dimana angin sepoi-sepoi berhembus sejuk membuat mata mengantuk dan burung-burung kecil berkejar-kejaran dan sesekali hinggap di rerumpunan padi dan menambah damai suasana.

Aku baru nyadar kalau tempatku ini sudah tak begitu jauh dengan laut. Hal itu ditandai dengan burung bangau (kuntul putih) terbang berkelompok. Sewaktu lahan ini dibajak untuk di tanami padi yang baru, maka tanah luas ini dibiarkan kosong beberapa hari, sejauh mata memandang hanya genangan lumpur, disitulah burung-burung bangau putih pernah singgah dan mencari makanan mereka berupa ikan-ikan kecil dan kodok disana. Pemandangan yang sangat langka bagiku. Mungkin sobat tak asing dengan burung bangau, tapi aku tak pernah melihat burung-burung seperti itu berkeliaran sewaktu aku masih tinggal di kota kecuali di kebun binatang. Jadi ya takjub saja rasanya tiba-tiba lihat burung bangau secara langsung di dekat rumahku pula. Kesannya lokasi rumahku alami sekali kayak di desa-desa yang permai gitu? Padahal tempatku ini kota lho, tapi kota kecil yang masih banyak lahan persawahan di kanan kiri.

saat masih indah 5 bulan yang lalu
Saat lima bulan yang lalu

Semua pemandangan indah dan damai itu adalah lima bulan yang lalu. Sekarang tinggal kenangan. Lahan persawahan yang ditumbuhi padi-padi yang menguning itu sekarang sudah di timbuni tanah padat dan pasir. Beberapa perumahan sedang di bangun disana, sudah hampir rampung. Aku sedih melihatnya, sedih karena aku tak bisa lagi melihat pemandangan indah di beranda belakang rumahku. Tak bisa lagi bersantai-santai menikmati hembusan angin sejuk, tak bisa lagi melihat ikan-ikan kecil yang berenang di perairan sawah dan tak bisa lagi melihat burung-burung berterbangan sambil bercuit-cuit, dan aku tak kan pernah lagi melihat sang bangau disana dengan paruh dan kaki panjang mereka. Dasar PIHAK PENGEMBANG YANG KEJAM! :D Ah andaikan aku orang kaya, aku akan beli semua tanah-tanah persawahan itu, dan tak kan kan ku jual atau tak kan ku dirikan bangunan disana. Tempat itu akan aku biarkan alami.

Di samping beranda belakang rumahku itu aku pernah menguburkan dua kucingku yang mati, hiks.. Beneran, kalau aku ingat lagi ini, rasanya larut dalam kesedihan. Rasanya belum pernah aku sesedih ini, padahal aku dulu pernah mengalami kematian kucing-kucingku yang pernah ku pelihara, tapi tak pernah sesedih ini. Di teras belakang rumahku yang dulunya nyaman itu adalah tempat bersantainya dua ekor kucingku itu. Jadi kalau aku kebetulan sedang ke beranda belakang, pasti keingat lagi dengan kucing-kucingku itu. Maaf ya kalau kedengarannya melo? Bagi anda-anda yang mudnya tak sefaham dengan cerita kayak ginian, abaikan saja ya? Alam kita beda. Aku ada di dunia nyata, sedangkan situ di dunia lain (ghaib), Jadi ga kan nyambung karena alam kita beda! Hehe... Piss :D

si Kapas kucingku
Saat kucingku masih hidup

Tempatku yang sekarang ini memang rada sejuk kalau pagi dan malam, kalau siang sih panas gersang. Hampir seluruh daerah ini adalah persawahan. Rumah sih sudah lumayan banyak, tapi jalan-jalan/gang-gang banyak yang buntu, mentok dengan sawah. Jadi jangan terlalu PEDE bagi yang belum mengenal tempat ini dengan memasuki jalan-jalan/ gang-gang kecil disini, harus bertanya dahulu kepada penduduk disini, kira-kira jalan ini nembus ga di jalan besar sana? Dimana-mana terlihat orang-orang sedang membangun rumah. Sebentar lagi, entah 10 atau 15 tahun lagi tempat ini akan ramai seperti di kota. Jika sudah ramai, otomatis tak ada lagi pemandangan yang hijau-hijau menyegarkan mata, tak ada lagi angin berhembus, yang ada keramaian, bising, panas dan sumpek. Jika saat ini aku menyusuri jalan raya dengan pemandangan serba hijau di kanan dan kiri, mungkin beberapa tahun lagi yang terlihat bangunan-bangunan ruko, rumah-rumah minimalis dan mewah seperti yang ada di Medan. Di Medan dulunya juga banyak lahan persawahan, sekarang habis, tak satu pun yang tersisa. Aku jadi ingat sama perkataan adikku, sewaktu kami baru pindah ke tempat baru ini, suasana masih alami, ketika melihat ikan-ikan kecil, belut dan kodok yang berenang di air persawahan dan sejumlah mahluk-mahluk air lainnya, dia berkata, "wah masih ada ikan dan belut di sini ya, di Medan mana ada lagi seperti ini?" Ya, tak kan ada dijumpai yang namanya ikan di parit-parit/sungai-sungai di kota Medan, kecuali limbah, nyamuk dan kotoran yang mengambang. Dulu di sungai-sungai yang membelah kota Medan dengan airnya yang kuning dan butek masih ada hidup ikan-ikan sapu-sapu disana. Tapi sekarang tak ada lagi. Bayangkan saja, ikan sapu-sapu yang tahan air limbah saja bisa musnah, apalagi ikan normal yang hidup di air yang sehat.

Di satu sisi aku aku mendukung positif dengan di diubahnya lahan-lahan persawahan untuk pemukiman penduduk dan segala fasilitasnya, tapi di sisi lain ga terima lihat kehidupan alami disana yang tergusur habis musnah. Pengennya sih sebagian lahan hijau/persawahan di bikin rumah pemukiman, sebagian lagi tidak diusik untuk menyejukkan suasana.

Memang, sudah sifatnya manusia yang kerjanya cuma merusak dan mencemari bukannya memelihara dan melestarikan lingkungan di sekitarnya. Manusia pemusnah segalanya!

Tolong, Jangan Panggil Aku Bos!

image
Aku bukan bos kalian!

Beneran aku paling tak suka (bisa marah) jika ada orang yang memanggilku dengan sebutan BOS! Kupingku menilai sebutan bos ini terasa kasar sekali dan bak preman pasar saja rasanya.
"Halo Bos?"
"Pa Kabar Bos?"
"Tolong dulu itu Bos?"
"Ini berapa bos?"
"Bas, bos, bas, bos!" "BOSOK..!!!"
"Aku bukan bosmuuu...!!!!!

Entah apa arti bos itu bagi mereka? Yang pasti aku bukan bos mereka. Sekalipun aku ini juragan/atasan mereka, rasanya tak mungkin ada anak buah yang memanggil dengan sebutan bos kepada atasannya? Normalnya manggil Pak lah!

Mungkin ini masalah sepele ya? Cuma sebutan ini? Harus kau ingat tak semua orang bisa nerima atau terbiasa dengan panggilan bos yang kau lontarkan? Ada etika dan adabnya dalam panggil memanggil. Itu dilihat dari adab/budaya negeri kita, belum dilihat dari sisi agama tentu lebih ada aturannya. Yang pasti seseorang itu menginginkan disapa dengan panggilan yang menyenangkan, paling tidak yang sopan lah.

Banyak panggilan yang wajar dan sopan untuk dipergunakan seperti: bang, mas, akhi, pak, om, kek, wak, sob, bro, dan sebagainya, tapi entah kenapa lidah mereka mungkin terasa kaku dan lebih nyaman dengan sebutan bos! Mungkin kalau nyebut bang, mas, pak, rasanya terlalu biasa, standar, apalagi kalau bagi yang belum kenal dan belum tahu namanya, rasanya sok akrab dengan sebutan bang kali ya?

Kita ini sering latah terbawa trend yang ada ditengah-tengah masyarakat. Pas ada sebutan panggilan JURAGAN (AGAN) di dunia maya, semua ramai-ramai latah ngikut. Padahal dia tak asal usulnya darimana? Ada yang manggil bro, semua ngikut, artinya pun dia tak tahu? Aku pernah lihat ada wanita yang memanggil sebutan bro kepada teman wanitanya, ini di dunia nyata. Padahal bro itu kan singkatan dari brother. Itu untuk panggilan kepada saudara laki-laki, bukan perempuan. Coba...lucu ga? Kebiasaan latah ya gini?

Ya kalau latah ngikut yang baik tak masalah. Umpama kita sering gabung di page-page Islam di jejaring sosial Facebook. Biasanya disana familiar dengan sebutan akhi, ukhti, antum, dan sebagainya. Dan kita tak tahu artinya, ngikut aja, ya tak apa-apa lah, ini kan panggilan yang baik. Kalau bisa sih dicari tahu artinya apa?

Aku tak tahu kapan awal panggilan bos ini, kebiasaan ini memang sudah lama berlangsung di tengah masyarakat kita baik di dunia nyata mau pun di dunia maya. Yang pasti sebutan ini terasa tak nyaman di telinga dan terasa sakit di mata.

Harusnya kita memanggil langsung nama seseorang itu, baik kita mengenalnya atau tidak. Itu lebih sangat sopan dan menghormati yang dipanggil. Pernah namaku dipanggil orang padahal orang itu belum kenal dekat denganku. Lihat begitu dalam kesan yang ditimbulkan? Begitu kekeluargaan. Kita merasa di hargai. Jadi biasakan seperti itu ya dan jangan merasa bahwa kita seolah sok akrab jika memanggil nama seorang yang belum kita kenal? Sering kita melupakan hal-hal sepele, padahal besar dampaknya bagi orang lain. Begitulah kita ini, kita akan melakukan sesuatu jika itu ada untungnya bagi kita. Jadi tolong bagi yang lidahnya terbiasa memanggil dengan panggilan yang tak sopan seperti BOS ini, harap ditinjau lagi, direnungi kira-kira itu nyaman tidak bagi orang lain? Semoga bermanfaat?