Rabu, 04 Juni 2014

Facebook Lagi... Facebook Lagi...

image

Mungkin banyak di antara fesbuker yang mempunyai akun FB lebih dari satu, termasuk saya sendiri. Motifasinya berbeda-beda, kalau saya sendiri hanya untuk penyegaran saja, saya ingin coba merasakan gimana rasanya berada di luar komunitas saya (ga nyari jodoh ya)? Sekaligus mensyiarkan agama. Ya, dimana pun saya berada di dunia maya ini, saya tak lupa mensyiarkan Islam. saya ingin apa yang saya ketahui agar diketahui juga oleh orang lain supaya semua tercerahkan. Katakanlah dakwah kecil-kecilan.

Tapi ternyata tak segampang yang dikira. Alih-alih menyadarkan, malah diri sendiri yang terbawa tingkah laku mereka :D. Ada sih status-status nasehat/religi yang saya update, tapi tenggelam disapu dengan status-status alay, keluh kesah dan status tak jelas mereka. Beneran stres sendiri saya jadinya, hehe..

Ketawa ada, gemes ada, miris juga ada kalau ngebaca status-status mereka. Ada yang bikin status sakit kepala, bayangkan sakit kepala aja bisa bikin status. Begini bunyi statusnya:

"Ya Allah sakit ny kepala ku ini. Allah hambar saakkiiit ny"

Saya coba bayangkan dia ini menderita sakit kepala sambil mencat-mencet keypad HP bikin status. Gimana bayangan anda? Kalau saya ngebayanginnya ya geli sendiri aja, lha sakit luar biasa tapi sempat-sempatnya bikin status di FB? Mungkin barangkali dia ingin agar teman-teman FBnya mengetahui dan turut merasakan apa yang ia derita.

Ada juga yang bikin status tentang keberatan dirinya terhadap cuaca.


Panas sekali cuaca hari ini, sakit kepalaku dibuatnya


atau


Ah mendung, galau awak (aku) jadinya!


Kalau yang ini tak habis-habisnya merepet. Panas salah, mendung pun salah, hujan juga salah.

Ada yang lebih aneh lagi. Ketika dia hendak makan, sempat-sempatnya dia memfoto nasi dan lauk yang hendak dia makan dan diupload ke Facebook untuk dibikin status. Mau makan, ya makan saja, kenapa juga harus repot difoto dan dishare ke publik?

Ada yang patah hati, kasmaran, ada yang galau dan marah-marah, terus dituangkan via status FB, padahal yang dimarahi ga baca status dia. Jadi apa gunanya? Parahnya kesemua status-status ini dilike ramai-ramai. Gila men, ada yang ampe ratusan jumlah jempolernya? Ck.ck.ck..

Banyak lah status GaJeBo yang lain. Ga usah disebutlah satu per satu ya? Yang pasti kesemuanya ini memenuhi beranda FB-ku. Belum lagi nama-nama Alay mereka yang bikin sakit mata melihatnya. Ampun daaah, nyerah, saya ga nyaman berada dalam suasana seperti itu.



Ketika saya log out dari sana dan log in ke akun utama saya, terasalah perbedaannya. Kalau tadi dipenuhi oleh status-status yang tak jelas, tiba di sini terasa benar status-status yang berarti, menambah semangat, menambah wawasan. Terasa sehat mata melihatnya :D

Saya teringat dengan teman FB saya, dia pernah berkata dalam statusnya: Orang yang sering update status di FB itu sama saja dengan orang yang berbicara kepada dirinya sendiri, dan itu termasuk dari kelainan kejiwaan. Begitu komentar teman tersebut. Tentu saja itu pengecualian buat para aktifis dakwah, para ustadz, dan orang-orang yang sering berbagi status agama dan status yang bermanfaat lainnya. Komen saya: Benar ni teman!

Akhirnya saya putuskan untuk aktif di satu akun saja, boro-boro mau mencerahkan/ menyadarkan orang, lha malah hanyut dengan status yang tak jelas :D. Benar kata Ustad Felix Siauw, komunitas/lingkungan kita membentuk jati diri kita. Kalau alay komunitasnya, ya bisa-bisa kita akan ikutan alay juga? Sebaliknya kalau para aktifis dakwah, para ustadz, para motifator kebaikan yang ada dalam komunitas kita, insyaAllah kita merasa seperti mereka. Kita akan mendapat energi yang sehat, wawasan bertambah, fikiran pun tercerahkan.

Saya dulu juga mungkin seperti para alayer, galauer tadi itu. Berhubung saya memaksakan diri saya dari awal untuk tak mengeluh, galau atau membuat status yang tak jelas, maka saya pun terbiasa, ditambah komunitas yang mendukung. Semuanya itu harus dipaksa agar menjadi terbiasa. Bukan malah dibiasakan.

FB itu banyak manfaatnya lho disamping mudharatnya juga. Berapa banyak yang tercerahkan dan bertambah ilmu pengetahuan agamanya karena FB? Berapa banyak yang sadar dan mendapat hidayah karena Fb? Tergantung bagaimana kita menggunakan sosmed ini. Jadi pergunakanlah dengan baik, jadikan ia bermanfaat untuk diri sendiri mau pun untuk orang banyak.

Oke lah ya cukup sekian dulu. Sebelum saya jadi semakin sok tua dan sok bijak :D. Semoga ada manfaatnya.

Senin, 21 April 2014

Jika Engkau Ingin Jadi Seperti Kartini, Bersiaplah Dipoligami



image

Setiap tanggal 21 April, rakyat Indonesia beramai-ramai merayakan dengan apa yang mereka sebuat sebagai Hari Kartini. Momen tersebut hampir selalu dirayakan disetiap tempat seperti di sekolahan, perkantoran, dan lembaga-lemabaga pemerintahan lainnya. Namun adakah yang tau sejarah Kartini yang sebenarnya?

Sebab, Allah SWT sang pencipta alam semesta memerintahkan kepada seluruh hamba-Nya, khususnya kepada umat Islam untuk tidak mengikuti dan mengerjakan sesuatu yang tidak diketahuinya dan tanpa adanya dasar yang jelas. Allah SWT berfirman,



َّDan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
(QS. Al Israa’ 17 : 36)



Raden Adjeng Kartini atau Raden Ayu Kartini dan yang lebih dikenal dengan nama R.A. Kartini lahir di Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah (Jateng) tanggal 21 April 1879 dan meninggal di Kabupaten Rembang, Jateng pada tanggal 17 September 1904 dalam umur 25 tahun.

…Karena ibunya R.A. Kartini bukanlah seorang bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi atau berpoligami dengan Raden Adjeng Woerjan (R.A. Moerjam) yang merupakan keturunan langsung Raja Madura…

R.A. Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (R.M.A.A. Sosroningrat), Bupati Jepara. Kartini merupakan putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama, sebab ayahnya mempunyai istri lebih dari satu alias berpoligami.

Ibunya Kartini bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama terkemuka di Telukawur, Kabupaten Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Sultan Hamengkubuwono VI.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial Belanda waktu itu mengharuskan seorang Bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah seorang bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (R.A. Moerjam) yang merupakan keturunan langsung Raja Madura.

Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

…Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah memiliki tiga istri…

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat menjadi Bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa.

Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sekolah tersebut, Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit oleh ayahnya.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan Bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini pun diberi kebebasan dan didukung untuk mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.

Anak pertama dan sekaligus anak terakhir Kartini bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, yakni tanggal 17 September 1904, Kartini meninggal dunia pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang, Jateng.

…Jika kelompok feminisme hendak menjadikan Kartini sebagai teladan, dan juga menyuruh orang lain khususnya para wanita agar bisa menjadi sosok seperti Kartini disatu sisi harusnya mereka bersiap diri untuk dipoligami…

Masyarakat Indonesia, khususnya kaum wanita selalu didoktrin oleh kelompok nasionalis, sekuleris, liberalis yang anti Syari’at Islam dengan sebuah pemahaman agar bisa meniru dan mencontoh Kartini dalam semua bidang. Namun mereka tidak akan pernah mau membahas praktek berpoligami yang dilakukan oleh Kartini maupun ayahnya.

Inilah sisi yang terlupakan dan dilupakan oleh sejumlah kelompok anti Islam dari sosok R.A. Kartini. Sejarah yang menyebutkan bahwa Kartini rela tidak melanjutkan studinya demi berbakti kepada ayahnya yang memerintahkannya untuk dipoligami dengan menjadi istri ke-empat K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat niscaya tidak akan pernah dibahas disekolah atau lembaga pemerintahan manapun.

Bahkan pernikahan poligaminya itu dilakukan Kartini karena kepatuhan kepada ayahnya, meskipun Kartini harus meninggalkan beasiswa pendidikan yang diperolehnya. Namun dari kepatuhan kepada ayahnya itulah, Kartini menjadi seorang wanita yang dihormati, baik oleh saudara maupun kawan-kawannya.



[Sumber]

Rabu, 09 April 2014

Dan Akhirnya Kami Pun GolPut

image

Sebelumnya kami berkeyakinan untuk tidak memilih atau GOLPUT di setiap PEMILU apa saja. Selama iklim demokrasi masih terus bercokol di negeri ini, selama itu juga aku dan keluarga akan GOLPUT! Begitulah aku berkomitmen dan aku pimpin keluargaku untuk GOLPUT (hak aku dong, itu keluargaku dan aku yang berkewajiban memimpin mereka). Tapi seiring waktu dan terus memperhatikan/ menyimak/ menimbang nasehat dari orang-orang alim berilmu yang arif dan bijak, juga terkait situasi yang tidak mengenakkan bagi kaum Muslimin (baca: hampir sebagian non muslim memenuhi seluruh partai), jadi terpaksa dengan membuang ego dan melunakkan hati mendengar nasehat mereka. Maka aku tak kan GOLPUT tahun ini, aku ajak keluargaku juga untuk tak GOLPUT, aku jelaskan semua kenapa kami harus memilih. Dan ku tepiskan segala kontroversi di kalangan umat Islam tentang hukum turut serta dalam PEMILU ini. Inilah ceritaku:

Sungguh kalau karena tidak perduli dengan agamaku, maka tak kan nanti aku mau mencapekkan badan /merepotkan diri untuk datang ke TPS memberikan dukungan/suara. Oya kami adalah warga baru dan kurang lebih baru 6 bulan kami disini, jadi data-data kami seperti KTP, KK, dsbnya, masih data yang lama. Jadi di PEMILU ini kami harus berada di lokasi rumah yang lama untuk mendapatkan undangan untuk memilih. Jelasnya di tempat baru kami belum terdaftar. Jadi kesanalah kami, sayangnya rupanya di tempat yang lama pun status kami sebagai warga sudah dihapus, karena memang kami baru saja mengurus surat pindah (masih dalam proses), dan kepala lingkungan (KEPLING) di tempat yang lama sudah keburu menghapus kami sebagai warga disana. Jadi ya tidak ada undangan untuk kami.

Kami pun mendatangi KEPLING di tempat baru saat ini untuk meminta penjelasan. Sementara Hari H tinggal sehari lagi. KEPLING mengusulkan, agar esoknya langsung saja mendatangi TPS di lingkungan kami untuk melapor dan menyerahkan KTP agar diizinkan untuk ikut memilih. Esoknya paginya aku lacak TPS yang dimaksud, aku jelaskan semuanya. Rupanya petugas tersebut tak mengizinkan kami untuk memilih disana, karena kami memang belum terdaftar, petugas tersebut menjelaskan agar melapor ke kantor lurah terlebih dahulu untuk menentukan di TPS mana kami akan ditempatkan.

Oalah ribetnya.. Sempat kesal juga dan keluarga pun sudah malas untuk melanjutkan tetek bengek ini. Namun karena niat sudah kuat untuk tak GOLPUT, akhirnya kami memutuskan untuk mendatangi kantor lurah. Dan apa yang terjadi?

Sampai di kantor lurah yang lumayan jauh, ternyata disana sudah antri warga yang hendak memilih tapi tak terdaftar. Segera kami datangi petugas dan menjelaskan maksud kedatangan kami, dengan cuek-cuekan dia bertanya, apa sudah ada KTP dan KK yang baru? Kami jawab belum, masih dalam proses. "Ya tidak bisa!" kata belau eh beliau, kalian harus kembali di lokasi yang lama untuk mencoblos. "Coba lapor dan tanya kesana kembali?" tambah si petugas itu. Oalah.. Ini gimana sih urusannya? Kok dibola-bola begini. Kami pun coba bertanya lagi lebih lanjut tapi si petugas sudah keburu sibuk melayani warga-warga yang antri tak terdaftar disana.

Untuk kembali ke lokasi rumah lama bukan tak jauh, sangat jauh kawan? Lokasi rumah yang lama berada di kota sedangkan kami jauh di pinggiran kota. Masa hanya untuk masalah seperti ini harus bolak-balik kesana jauhnya? Ya sudahlah apa boleh buat, kita sudah berusaha tapi dipersulit, jadi kita GOLPUT saja, kalau ada apa-apa tak kan ada rasa bersalah di hati kita nantinya, toh kita sudah niat dan berikhtiar, kata ibuku. Dan akhirnya kami pun GOLPUT.

Beginilah birokrasi di negeri ini yang ribet dan berbelit-belit menyusahkan warga. Dalam urusan apa saja selalu kita dihadapkan oleh birokrasi yang menjemukan dan memuakkan ini. Pemerintah tak rela kalau warganya GOLPUT, tapi faktanya, warga sudah niat untuk memilih malah dipersulit.
Jayalah negeriku!

Senin, 31 Maret 2014

Melucuti Jilbab, Bra dan Celana Dalam

cadar

Sebagian feminis dan yang sekonco dengannya berkata, "Jilbab itu tidak wajib. Saya merasa tidak perlu itu. Yang terpenting adalah menjilbabkan hatinya dulu. Banyak kok yang berjilbab tapi hatinya busuk."

Sebagai orang yang berakal, kita bisa mengakali jawaban atau menjawab berdasar pada akal. Seperti ini:

"Anda juga tidak perlu memakai celana. Yang penting mencelanai kemaluan Anda. Dalam hal ini, Anda sudah bagus memakai celana dalam. Saya fikir Anda tidak perlu jalan ke luar rumah memakai rok.

Tapi sepertinya bagi Anda memakai celana dalam pun tidak perlu. Banyak kok orang memakai celana dalam tapi busuk hatinya."

Feminis tersinggung, "Saya masih punya harga diri dan menutup kemaluan saya!"

Tanggap, "Tapi hati Anda sudah dicelana dalamkan ga? Oh ya, Anda kenapa memakai bra? Bagi saya itu tidak penting. Yang penting Anda mem-bra-kan hati Anda. Seharusnya Anda telanjang saja seperti anjing betina. Yang penting 'hati' Anda sudah memakai jilbab, bra dan celana dalam. Anda siap telanjang sekarang di depan orang2?"

Feminis menjawab, "Saya sedia! Selama Anda tidak menilai hati saya hanya berdasarkan ketelanjangan saya. Anda tidak tahu hati saya seperti apa. Hanya Tuhan yang tahu hati manusia." Jawablah:

"Kalau begitu, Anda tidak tahu malu dan tidak konsisten. Anda tadi bilang bahwa Anda masih mau menutupi kemaluan dengan celana. Ternyata sekarang Anda malah jadi tidak tahu malu siap sedia telanjang di sini.

Anda tidak konsisten juga ketika Anda mengatakan hanya Tuhan yang tahu hati manusia. Tapi sebelumnya Anda menilai hati banyak jilbaber busuk. Berarti Anda Tuhan kah? Kok tahu kebusukan hati mereka?"

Feminis meradang, "Mereka berhati busuk karena tingkah mereka yang busuk. Itu cerminan!"

Jawab saja : "Oh begitu. Kalau begitu Anda lebih jelek dan busuk dari mereka. Mereka masih mau tutup aurat dan turut perintah Tuhan. Lah Anda? Sedia telanjang dan melanggar perintah Tuhan. Sudah begitu, masih pura-pura berkemaluan pula. Memangnya Anda punya!?"

Tambahan baru lagi deh dari saya: Feminis: "Jilbab itu tidak wajib. Yang terpenting: jilbabkan hati dulu!"

Tanggapan:
[1] Memangnya hati bisa dijilbabkan ya?
[2] Wong menjilbabkan kepala saja belum bisa, apalagi menjilbabkan hatinya?
[3] Sejak kapan di agama Islam ada istilah 'menjilbabkan hati'?
[4] Memangnya hatimu aurat ya? Kok dijilbabkan?

(Ustadz Hasan Al Jaizi Hafidzhahullah)

Minggu, 23 Maret 2014

Bentuk Jihad Modern

image

Jihad sebagai salah satu wujud pengamalan ajaran agama Islam dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh umat Islam. Dalam situasi kaum muslimin mengalami penindasan, jihad dapat dilakukan dalam bentuk peperangan untuk membela diri. Tetapi, dalam situasi damai jihad dapat dilakukan dalam bentuk amal shalih seperti menunaikan ibadah haji, membantu fakir-miskin, berbakti kepada orang tua, rajin belajar dan dakwah Islam amar ma'ruf nahi munkar.

1. Perang

Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk tidak pernah gentar berperang di jalan Allah. Apabila kaum Muslim di zalimi, fardhu kifayah bagi kaum muslim untuk berjihad dengan harta, jiwa dan raga. Jihad dalam bentuk peperangan diijinkan oleh Allah dengan beberapa syarat: untuk membela Diri, dan melindungi dakwah. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah:


Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah, baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya Tuhan kami, Keluarkanlah Kami dari negeri ini yang dzalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-mu"
(Qs. An-Nisa[4]: 75)




Di izinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.
(Qs.al-Hajj [22] : 39)


Dalam Berperang, kaum muslimin tidak boleh melampaui batas, membunuh perempuan,anak-anak dan orang-orang tua renta yang tidak ikut berperang. Islam juga melarang merusak akses dan fasilitas publik seperti persediaan makanan, minuman dan pemukiman. Perang juga tidak boleh dilakukan apabila negosiasi dan proses perjanjian damai masih mungkin dilakukan. Peperangan harus segera dihentikan apabila musuh sudah menyerah, melakukan gencatan senjata atau menekan perjanjian damai. Dalam ungkapan Al-Quran, peperangan dilakukan untuk menghilangkan fitnah (kemusyrikan dan kezaliman), dan karena itu, apabila telah tidak ada lagi fitnah, tidak ada alasan untuk melakukan peperangan. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Quran Surat al-Baqarah, ayat 193:


Perangilah mereka sampai batas berakhirnya fitnah, dan agama itu hanya bagi Allah semata. Jika mereka telah berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim.
(QS. Al-Baqarah: 193)


Demikian ajaran Islam mengenai perang. Singkatnya, perang diijinkan dalam situasi dan kondisi yang sangat terpaksa. Apabila perang terpaksa dilakukan, peperangan tersebut harus dilakukan untuk tujuan damai, bukan untuk permusuhan dan membuat kerusakan di muka bumi.

2. Haji Mabrur

Haji yang mabrur merupakan ibadah yang setara dengan jihad. Bahkan, bagi perempuan, haji yang mabrur merupakan jihad yang utama. Hal ini ditegaskan dalam beberapa Hadis, diantaranya:


Aisyah ra berkata : Aku menyatakan kepada Rasulullah SAW : Tidakkah kamu keluar berjihad bersamamu, aku tidak melihat ada amalan yang lebih baik dari pada jihad, Rasulullah SAW menyatakan : Tidak ada, tetapi untukmu jihad yang lebih baik dan lebih indah adalah melaksanakan haji menuju haji yang mabrur


Pada riwayat al-Bukhari lainnya, Rasulullah SAW juga bersabda :


Aisyah menyatakan bahwa Rasulullah SAW ditanya oleh isteri-isterinya tentang jihad beliau menjawab sebaik-baiknya jihad adalah haji.


3. Menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang dzalim


Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia umat Islam berjihad melawan penjajahan Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang yang menimbulkan penderitaan kesengsaraan rakyat yang mayoritas beragama Islam. Sebagian melakukan perlawanan dengan cara perang gerilya, sebagian lainnya menempuh cara-cara damai melalui organisasi yang memajukan pendidikan dan mengembangkan kebudayaan yang membawa pesan anti penjajahan. Perintah jihad melawan penguasa yang zalim disebutkan, antara lain, dalam hadist riwayat at-Tirmizi:


Abu Said al Khurdi menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim.


Kata A' dzam pada hadist di atas, menunjukan bahwa upaya menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim sangat besar. Sebab, hal itu sangat mungkin mengandung resiko yang cukup besar pula.

4. Berbakti kepada orang tua

Jihad yang lainnya adalah berbakti kepada orang tua. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menghormati dan berbakti kepada orang tua, tidak hanya ketika mereka masih hidup tetapi juga sampai kedua orang tua wafat. Seorang anak tetap harus menghormati orangtuanya, meskipun seorang anak tidak wajib taat terhadap orangtua yang memaksanya untuk berbuat musyrik (Qs.Luqman,[31]:14)

Jihad dalam berbakti kepada orang tua juga dijelaskan dalam Hadis.


Seseorang datang kepada Nabi SAW untuk meminta izin ikut berjihad bersamanya Kemudian Nabi SAW bertanya: Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: masih, Nabi SAW bersabda: Terhadap keduanya maka berjihadlah kamu.


Berjihad untuk orang tua, berarti melaksanakan petunjuk, arahan, bimbingan, dan kemauan orang tua. Kata fajahid dalam hadis tersebut, berarti memperlakukan orangtua dengan cara yang baik, yaitu dengan mengupayakan kesenangan orangtua, menghargai jasa-jasanya, menyembunyikan melemah dengan kekurangannya serta berperilaku dengan tutur kata dan perbuatan yang mulia. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Isra[17] ayat 23:


Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyerah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut, dalam peliharaanmu maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia".


5. Menuntut Ilmu dan Mengembangkan Pendidikan

Bentuk Jihad yang lainnya adalah menuntut ilmu, memajukan pendidikan masyarakat. Di dalam sebuah Hadis diriwayatkan Imam Ibnu Madjah disebutkan :


Orang yang datang ke masjidku ini tidak lain kecuali karena kebaikan yang dipelajarinya atau diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad di jalan Allah. Barang siapa yang datang bukan karena itu, maka sama dengan orang yang melihat kesenangan orang lain.
(riwayat Ibnu Majah)


Orang yang datang ke mesjid Nabi untuk mempelajari dan mengajarkan ilmu sebagaimana disebutkan pada hadis di atas, diposisikan seperti orang berjihad di jalan Allah. Dengan semangat belajar, umat Islam bisa memajukan pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi demi kesejahteraan umat. Salah satu sebab kemunduran umat Islam adalah karena kelemahannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.


6. Membantu Fakir-Miskin

Jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli kepada sesama, menyantuni kaum duafa. Bantuan pemberdayaan dapat diberikan dalam bentuk perhatian dan perlindungan atau bantuan material.

Hadis yang diriwayatkan Bukhari berikut ini menjelaskan:


Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepada janda dan orang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah."
(HR. Bukhari)


Memberikan bantuan financial dan perlindungan kepada orang miskin dan janda, merupakan amalan yang sama nilainya dengan jihad di jalan Allah.

Sebab, jihad dan perhatian atau kepedulian kepada orang yang membutuhkan bantuan, keduanya sama-sama membutuhkan pengorbanan. Dengan membantu dan memperhatikan orang-orang lemah, kita dituntut untuk mengorbankan waktu, tenaga, dan harta untuk kepentingan orang lain. Dan inipun, sangat sesuai dengan pengertian jihad yang sesungguhnya.

Pemahaman jihad yang baik dan berimplikasi positif terhadap umat Islam. Hasilnya setiap muslim memiliki sense of crisis, suka menolong terhadap orang lain, tidak mengorbankan permusuhan, menjauhi kekerasan, serta mengedepankan perdamain. Jihad, juga dapat meningkatkan etos kerja umat Islam, yaitu semangat dan kesungguhan melakukan tugas dan tanggung jawab dalam berbagai bidang kehidupan. Jihad dapat mengalahkan kemalasan dan ketakutan. Dengan semangat jihad, dapat mengggunakan semua potensi maksimal yang dimilikinya untuk mengaktualisasikan diri dan meningkatkan sumber dayanya, sehingga dapat berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Di tengah, banyaknya bencana dan musibah yang merenggut ribuan nyawa, jihad dalam bentuk kepedulian dan kepekaan kepada sesama, sangat diperlukan.

(Source)

Selasa, 18 Maret 2014

Potret dan Realita Umat Islam Hari Ini

200

Kalau boleh berkata jujur, aku ingin mengatakan bahwa aku miris menyaksikan keadaan umat Islam sekarang ini. Melihat pemikiran mereka, melihat gaya hidup dan aqidah mereka. Sungguh kawan, ada yang hilang dari dalam kehidupan kita? Kita sudah kehilangan pegangan. Kita beragama tapi sudah kehilangan ruhnya.

Kita tidak memungkiri bahwa kita memang masih menunaikan shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Raga kita memang muslim tapi hati/pemikiran kita condong ke Barat. Disadari atau tidak, kita telah mengikuti budaya Yahudi dan Nashrani. Lihatlah hiburan yang disukai, mode pakaian yang dipakai, makanan yang dinikmati, film-film yang ditonton, bebasnya hubungan lawan jenis dan lain-lain. Pola hidup sosial Yahudi dan Nashrani melanda kehidupan umat Islam dengan didukung media massa khususnya televisi yang makin memperparah keadaan.

Kita juga lebih mengedepankan pemikiran hawa nafsu ketimbang mengikuti perintah/larangan dalam ajaran Islam. Disuruh berjilbab, katanya belum siap, alasannya buat apa berjilbab kalau hati masih kotor? Itu munafik namanya. Jilbabin hati dulu baru jilbabin orangnya?

Dilarang pacaran: Kita ga ngapa-ngapain, cuma saling curhat, ga ada fikiran kotor, tergantung orangnya, kalau memang dasar otak mesum ya pasti kotor, tapi kalau hatinya bersih, ga masalah tu? Yang penting niatnya!

Dilarang ngucapin selamat natal / bertahun baru dan mengucapkan selamat kepada perayaan non muslim lainnya, malah berdalih; Kita ngucapin selamat cuma untuk menghormati kok? Tidak bermaksud mengikuti atau menga-aminkan kepercayaan mereka. Bersikaplah toleransi terhadap sesama manusia, jangan menebar kebencian dan permusuhan. Bukan Islam itu rahmat untuk sekalian alam? Yang penting semua itu tergantung hati/niatnya.

Begitu juga ketika dilarang merayakan valentine; Kami tidak mengikuti perayaan nashrani, kita cuma ambil sisi baiknya aja yaitu memanfaatkan hari kasih sayang kepada sesamanya. Yang penting niatnya. Begitulah seterusnya, jika dinasehatin; Yang penting niatnya, jangan bawa-bawa agama dong, fanatik amat sih! Dasar munafik! Sok moralis!

Nilai-nilai kehidupan banyak yang sudah terbalik. Akhirat jarang diperbincangkan dan diperhatikan, tapi urusan dunia dikejar habis-habisan. Kenikmatan fisik, tubuh dan materi dipuja-puja, dijadikan kebutuhan pertama dan utama.

Lihatlah kehidupan para artis yang cantik dan seksi itu? Mereka punya cita-cita ingin mendirikan sebuah wadah untuk melatih wanita-wanita Indonesia tampil lebih intelek, lebih feminim, lebih berwawasan. Tapi mereka tak pernah melatih diri mereka untuk bagaimana menjadi seorang muslimah sejati dalam ajaran Islam yang sebenarnya, seperti menjaga perhiasannya, menutup aurat mereka, menjadi seorang istri yang shalehah.

Lihatlah mereka-mereka para pemburu motifasi itu. Ramai-ramai mereka meminta sugesti kepada para motifator, gimana caranya agar jadi orang sukses? Gimana caranya membangun masa depan yang cerah dan mapan di hari tua? Gimana caranya mengobati hati yang terluka karena cinta, gimana caranya membagi waktu antara karir, cinta dan keluarga, bla..bla..bla..dan sebagainya. Setelah mendapatkan sugesti dan motifasi. Apa jawab mereka? "Setelah menonton acara ini, semangat saya kembali timbul, saya lebih siap menyongsong masa depan, terima kasih pak Anu?" "Salam super!"

Padahal apa yang dikatakan motifator itu sebagian besar adalah kalimat Qur'an. Apakah kita selama ini tidak termotifasi dalam khusyu-nya shalat lima waktu dan saat kita meminta di sepertiga malam? Apakah jiwa dan hati kita tidak termotifasi dengan bacaan Qur'an kita? Apakah kita tidak merasa termotifasi oleh siraman rohani ketika kita hadir di pengajian-pengajian? Kenapa kita baru tercerahkan dari sugesti seorang motifator? Jujur padahal dia bukanlah seorang ulama atau ustadz yang faham hukum agama, tahu halal dan haram? Kita hanya fokus kepada perbaikan duniawi dan menomor duakan akhirat!

Kita sekarang ini lebih tertarik untuk bekerja, bekerja dan bekerja karena jelas menghasilkan uang, untuk memuaskan nafsu kebendaan kita. Tanpa sadar, kita menganggap agama adalah urusan pribadi, tidak usah diobrolkan. Hati dan jiwa ditinggalkan dan dibiarkan kering dan gersang. Sebaliknya, kebutuhan raga, jasmani, fisik setiap hari dipuaskan dengan makanan enak, dengan benda- benda mewah dan mahal. Jiwa yang kering dan hati yang gersang tidak mau diakui dan tidak mau dirasakan sebagai akibat dari kurangnya memperhatikan urusan agama, karena tidak tertariknya pada nasehat, karena jarangnya berhubungan dengan Allah SWT secara serius, khusyu dan penuh penghayatan. Umumnya, bila kita menyaksikan teman kita ngobrol tentang nasehat, penyadaran, kita tidak tertarik. Bila tertarik pun tidak sungguh- sungguh, karena menganggap pekerjaan sehari-hari lebih penting untuk mencari uang dan uang. Tanpa sadar, kepuasan kita masih berada dalam derajat yang rendah yaitu kepuasan uang, benda dan materi. Kita belum merasa betah berada dalam lingkungan nasehat, lingkungan yang mengingatkan, obrolan yang menyadarkan, pembicaraan yang menyejukkan, perbincangan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Begitu juga terhadap politik. Politik dibangun atas dasar nilai-nilai sekuler, mencampakkan agama dan moral dalam dunia politik, bahkan siapa yang membawa agama dalam politik dianggap mempolitisasi agama. Tak heran jika ada seorang pemimpin yang amanah dan berusaha mengembalikan negeri ini ke dalam pemahaman Islam secara kaffah, maka pemimpin tersebut insyaAllah pasti akan kandas di tengah jalan dan hanya memperoleh pengikut yang sedikit.

Umat ini tak suka diatur dengan aturan Islam. Makanya lihatlah kita sering asal pilih pemimpin, tak perduli mau dia Islam KTP, mau Kristen, Syiah, pokoknya yang penting di mata mayoritas rakyat, pemimpin itu baik dan dianggap bisa membawa perubahan yang lebih baik (nyatanya tak ada perubahan apa pun, hanya janji-janji usang dan pencitraan belaka). Umat ini tak mau berusaha mencari informasi tentang calon pemimpin mereka. Yang mereka andalkan adalah informasi yang bersumber dari media-media sekuler negeri ini yang notabene sering menyudutkan Islam. Wahai mayoritas umat, pilihlah pemimpin yang memperjuangkan dan membela Islam, jangan kalian pilih pemimpin yang haus jabatan dan gila kekuasaan dan juga jangan kalian pilih pemimpin dari kalangan non muslim! Kritislah, seringlah membuka media-media Islam yang lurus beritanya, dan bergabunglah dengan orang-orang shaleh yang cerdas yang mendukung dan membela Islam, sehingga bisa memberikan perbandingan atas informasi yang kita dapatkan sebelumnya, sehingga kita faham situasinya dan tak menjadi pengekor/latah dan fanatik buta.

Ya Allah, jauhkanlah kami sifat munafik, jadikan kami umat yang sadar akan kesalahan-kesalahan kami. Jadikan kami umat yang selalu mendukung dan membela agamaMu. Aamiin

Wallahu'alam